Kantor Gubernur Maluku Utara |
TERNATE - Belum tuntas polemik seputar persoalan lelang pembangunan menara masjid Al Munawwar, Ternate, kini muncul lagi masalah lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Maluku Utara. Kali ini, lelang proyek landasan peti kemas Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), Bacan, Halmahera Selatan tahun 2017, dianggap melanggar aturan karena kualifikasi usaha pemenang lelang tidak sesuai persyaratan.
Sesuai data yang diperoleh Deteksi News, proyek yang bersumber dari anggaran Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Malut itu, ditetapkan dengan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) senilai Rp 2 miliar. Artinya, berdasarkan peraturan presiden (Perpres) 04 tahun 2015, tentang pengadaan barang dan jasa, nilai anggaran tersebut diperuntukkan bagi perusahaan kecil.
Dan benar saja. Dalam pengumuman lelang tanggal 11 Juli 2017, Pokja 1 ULP Malut sebagai panitia lelang menetapkan kualifikasi usaha yakni perusahaan kecil. Namun nyatanya, proyek ini dimenangkan PT Diaz Multi Jaya, yang notabene adalah perusahaan kualifikasi non kecil.
Informasi yang masuk ke redaksi Deteksi News menyebutkan, kualifikasi non kecil yang disandang PT Diaz Multi Jaya, dapat dibuktikan dengan beberapa proyek yang sudah dimenangkan. Diantaranya adalah pekerjaan cut & fill Bandara Sultan Babullah Ternate tahun 2015 senilai Rp 2,8 miliar (Tepatnya Rp 2.855.676.000). Proyek yang bersumber dari anggaran Kementerian Perhubungan itu merupakan proyek dengan kualifikasi usaha non kecil.
Selanjutnya adalah proyek pembangunan lahan parkir dermaga semut, Mangga Dua, Ternate. Proyek senilai Rp 9,7 miliar (Tepatnya Rp 9.755.740.000) yang bersumber dari Dinas PU dan Tata Ruang Kota Ternate tahun 2017 itu, juga merupakan proyek dengan kualifikasi non kecil.
Menurut sejumlah pokja proyek APBN yang sempat ditanyai menyebutkan, pokja tidak punya hak merubah dokumen lelang yang diserahkan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Bagaimanapun sulitnya persyaratan yang diajukan PPK, pokja wajib menaati dan melakukan tugas pelelangan sesuai dokumen yang ada. Jika hasil lelang melenceng dari dokumen, maka pokja bisa dikenai tindak pidana.
"Dalam menetapkan satu proyek, apakah diperuntukkan bagi perusahaan kecil atau non kecil, PPK tentu sudah melakukan kajian dan proses yang panjang, dengan memperhatikan aspek administrasi, teknis dan harga. Kalau yang dipersyaratan adalah perusahaan kecil sementara pemenangnya adalah perusahaan non kecil, maka itu sama artinya pokja merubah dokumen lelang," kata salah anggota Pokja APBN yang meminta agar namanya tidak ditulis.
Jika ada kasus seperti itu, maka pokja harus membatalkan lelang dan menyampaikannya ke PPK, dengan menjelaskan penyebab pembatalan.
"Nanti PPK akan merubah dokumen, misalnya menambahkan perusahaan non kecil dalam kualifikasi usaha. Sehingga proyek itu tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan kecil, perusahaan non kecil pun bisa mengajukan penawaran. Tapi selama PPK tidak merubah syarat kualifikasi usaha, pokja tidak boleh mengganti syarat tersebut dengan alasan apapun," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Pokja I ULP Malut, Reza Daeng Barang, ketika dikonfirmasi tidak banyak memberikan jawaban. Ia hanya meminta agar Deteksi News melihat di LPSE apakah ada perusahaan kecil yang mendaftar atau tidak.
"Peralatan yang diminta, perusahaan kecil tidak ada yang sanggup, sehingga perusahaan non kecil yang masuk," kata Reza, ketika dihubungi via WA. (eko)
Post a Comment